RESOURCES > TESTIMONIES


Monday 06.11.2006
Ny. Siringo Ringo br. Siahaan, SH : DOA YANG MENGUBAH




Juli 2006.
Selama perjalanan hidupnya, doa bagaikan nafas kehidupan, yang memberi kekuatan, bahkan sanggup mengubah segala sesuatu. Begitu banyak mujizat terjadi karena Tuhan mengabulkan doanya. Berikut ini kisah kesaksian hidup, Ny. Siringo Ringo br. Siahaan, SH, seorang pensiunan hakim yang juga istri dari Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, yang rutin pelayanan ke penjara.

DILANTIK JADI HAKIM
Wanita kelahiran 13 Februari 1940 yang bernama asli Timonggur Uliana Siahaan, SH ini pertama bertemu dengan jodohnya, Monang Siringo Ringo, SH, saat bekerja menjadi Panitera Pengganti di Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Balai, Asahan, Sumut. Saat itu ia masih kuliah di Fak. Hukum USU (Universitas Sumatera Utara) sedangkan Monang baru saja lulus dari UGM Yogya (Universitas Gajah Mada) dilantik menjadi hakim di tempat yang sama, PN Tanjung Balai Asahan. Mereka kemudian menikah pada tahun 1967 dan ditugaskan ke Pare-pare, Sulawesi Selatan dan disana ia akhirnya resmi dilantik menjadi hakim.
Setelah menjadi hakim, banyak cobaan dan godaan yang harus dihadapinya. Termasuk saat mengadili sebuah perkara dimana terdakwa menggunakan bantuan dukun dan guna-guna kepadanya. Pernah juga mendapat kiriman pisau dari seseorang. Belum lagi ancaman terhadap keluarga dan anak-anaknya jika mengadili sebuah perkara berat. Suatu waktu saat suaminya akan mengeksekusi kasus tanah, nasib keluarganya terancam dan terpaksa diungsikan. “Kalau tidak dibantu dengan doa, tidak mungkin kami bisa melewati semua itu,” jelasnya.
Selain itu, sogokan dan rayuan tentu bertubi-tubi datangnya. Namun jika tetap berpegang teguh dan takut akan Tuhan, tentu semua itu bisa diatasi.

ANAK TUHAN BERPRESTASI
Sepanjang karirnya sebagai hakim, wanita yang akrab dipanggil Bu Ringo ini, mengakui karirnya dan suami sebagai pasangan hakim benar-benar hanya atas kemurahan Tuhan saja. Jika saat ini suaminya masih menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Sumatera Utara di Medan itupun adalah mujizat. Di kota keras yang mayoritas penduduknya adalah keturunan Melayu, yang notabene non-Kristen, tidaklah mudah bagi seorang anak Tuhan untuk diangkat menjadi pucuk pimpinan sebuah instansi pemerintahan seperti PT. Jika dilihat dari sejak Indonesia merdeka, baru pak Ringo, suaminya, anak Tuhan pertama yang diangkat sebagai Ketua PT Sumut.

Hal yang sama juga terjadi saat pak & bu Ringo masih muda sebagai hakim junior, dipindah ke Surabaya dari Ujung Pandang dan Pare-pare. Setelah beberapa masa, Tuhan memberi kesempatan dan membukakan jalan hingga pak Ringo dipercaya menjadi Ketua PN Surabaya. Itupun dalam catatan sejarah, baru beliau anak Tuhan pertama yang dipercaya sebagai Ketua PN Surabaya.

Sempat juga saat suaminya mutasi ke PN Jakarta Pusat, bu Ringo dipercaya sebagai Asisten Hakim Agung di Mahkamah Agung (MA), lembaga peradilan tertinggi. Saat itu banyak orang yang bertanya, “Bu Ringo, pakai ilmu apa sih? Pasti kenal dekat sama orang penting ya?” Pertanyaan itu terlontar karena di Indonesia, untuk berkarir sebagai hakim, cukup bergengsi jika ditempatkan di kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan, apalagi di MA. Jawabannya hanya satu, “Tuhan-lah yang mem-back up kami.”

DOA YANG MENGUBAH
Dari sekian banyak kesaksian yang diceritakan kepada Tabloid GLORIA, salah satu yang cukup menarik adalah saat suaminya masih menjadi Hakim Tinggi di PT Sumut. Suatu hari pemerintah mengeluarkan SK (Surat Keputusan) bahwa pak Ringo akan dimutasi ke Bengkulu. “Saat membaca SK tersebut, suami saya tiba-tiba melihat dunia seperti gelap dan hampir jatuh. Dia tidak terima dipindah kesana, karena sepertinya itu penurunan karir,” jelas ibu yang pernah dipercaya menjadi Sekum Punguan Ina (Perkumpulan Ibu) di gereja HKBP Manyar, Surabaya.

Namun, ia terus berdoa untuk suaminya dan mendapatkan jawaban dari Tuhan, dengan imannya, Tuhan akan membukakan jalan agar SK tersebut dibatalkan. Sungguh luar biasa, doanya dijawab Tuhan. Tak lama setelah itu, Ketua Bengkulu yang seharusnya pindah ke Medan, tiba-tiba dialihkan tugas ke Mahkamah Konsitusi, Jakarta. Sehingga posisi KPT Sumut menjadi kosong. Memang tidak semudah itu mengharapkan kursi kosong tersebut bisa diisi suaminya. Namun, kuasa Tuhan memang sangat luar biasa.
Suatu saat, Bagir Manan, Ketua Mahkamah Agung (KMA), ada kunjungan dinas ke Medan. Saat di Medan inilah, para hakim-hakim, juga wartawan, dosen-dosen hukum USU, IAIN dan Pengadilan Tinggi Agama Sumut, mengusulkan secara informal agar pak Ringo yang diangkat sebagai KPT Sumut. Sungguh tak disangka, karena hal ini yang kemudian menggerakkan KMA untuk merevisi SK pak Ringo, tidak jadi ke Bengkulu, tetapi sebagai KPT Sumut.

PERADILAN DILECEHKAN
Sejak era reformasi, banyak pelecehan yang ditujukan kepada badan peradilan. “Sebenarnya tidak semua hakim seperti yang dituduhkan masyarakat. Justru itulah kami anggap sebagai tantangan, supaya anak Tuhan menunjukkan bahwa masih banyak hakim yang takut dan bertanggungjawab kepada Tuhan, Hakim dari segala hakim,” jelas ibu yang selalu berpenampilan sederhana ini.

PELAYANAN KE PENJARA
Kegiatan pelayanan ke penjara sebenarnya sudah dilakukan di sepanjang hidupnya, namun kini setelah pensiun, waktunya lebih banyak sehingga ia lebih aktif lagi. Belum lagi karena anak-anaknya, Ir. Irawati Marisi Parulian, Pdm. Hisar Raja Siringo Ringo, MTh, Tetty Parsaulian, Katherina Parulianty dan Dasriana yang kesemuanya telah memberikan 8 cucu, telah hidup mandiri. Pelayanan ke penjara yang sering dikunjungi adalah LP (Lembaga Pemasyarakatan) Wanita di Tanjung Gusta, Medan, LP Lubuk Pakam, Binje, Tanjung Pura, Tebing Tinggi dan Pematang Siantar.
Pengalaman uniknya, saat di LP Kabanjahe, semua narapidana dikumpukan di lapangan besar. Bu Ringo yang melayani sebagai pembawa firman sekaligus pemimpin pujian, namun yang non Kristen pun ikut berkumpul dan mendengarkan. Bahkan mereka merasa diberkati: “Datang lagi ya, bu. Jangan sekali ini saja,” kata mereka yang haus akan kasih Kristus. (Tetty)


« View all testimonies


Sangkakala News